Translate

Jumat, 08 Juni 2012

Yellow Sky Bab2 by Alam Lukman

Bab 2

Malam.

        Kubaringkan tubuhku di ranjang sesaat setelah ibadah shalat isya kudirikan, aku tidak begitu yakin seberapa khusyuknya. Pikiranku masih melayang entah kemana. Ada suatu rasa yang menyesakan--------------sangat menyesakan, dalam dadaku jantung ini berdetak sangat normal,  tapi diluar itu semua, rasanya sakit sekali. Aku sadar bukan sakit jantung yang kurasakan. Mungkin aku mengalami sindrom  mania depresi  yang mana membuatku memandang semuanya secara berlebihan.  Apa yang kurasa saat ini adalah  kekosongan yang sempurna, sepi, tak ada kawan, tak ada tempatku berbagi. pacar? Hah... dulu memang ada sosok yang spesial, tapi bukan pacarku. Suasana kamar yang beku menguatkan kekosongan yang kurasakan.
        Tak ada yang spesial di kamar ini; tiga buah gitar akustik, televisi 14 inch dengan 1 dvd player diatasnya, satu unit  komputer rakitan, satu lemari makan dan satu lemari pakaian. Menghibur? Tidak juga, semuanya berdebu dan membisu. Sekilas tampak seperti  kamar kosan mahasiswa perantauan, kenyataannya aku masih tinggal dengan orangtuaku. Aku tidak mau terlalu jauh dari mereka saat ini, lebih tepatnya mungkin ini bukan saat yang tepat. Aku masih tampak seperti parasit, meski selalu kucoba untuk memikirkan segala cara untuk membuatku berarti di mata mereka. Mungkin nanti, saat kubereskan segala tuntutan akademis di jenjang perkuliahan, atau bolehlah aku berharap bahwa aku berhasil menjadi ‘seseorang’ sebelum akhirnya lulus sebagai sarjana... Begitu indah------------mimpi itu.
        Kupandangi dinding kamarku. Beberapa bagian dari catnya sudah banyak yang terkelupas, entah kapan terakhir kali aku mengecatnya. Ah sudahlah lebih baik kupejamkan mata dan mengulas balik apa saja yang terjadi selama ini, berharap membuatku tahu penyebab dari rasa sakit ini. Kuawali dari ingatanku saat berjalan kaki sepulang kuliah sore tadi, lalu kupikir ah, mungkin aku masuk angin… tapi tidak. Tidak sesimpel itu. Aku tahu rasa apa ini, orang bilang ini sakit hati. Tapi kenapa? Itu yang kuselidiki sekarang.
        Lambat laun masa lalu begitu jauh kuselami, aku menikmatinya. Hingga kurasakan rasa sakit di dadaku ini justru semakin menyesakan, kupikir mungkin sudah dekat, ingatan apa yang begitu membuatku seresah ini. Perlahan sosok-sosok masa lalu bermunculan. Kupandangi dan kuingat masa-masa bersama mereka. Senyuman, tawa, amarah, begitu dalam dan begitu indah, ingin rasanya aku mematri dan menggenggam semua itu. Namun perlahan bayang itu menghilang dan kusadari waktu telah lama berjalan dan wajah-wajah telah berubah buram.
        Langit-langit kamar menjadi satu-satunya arah yang kupandangi. Kupejamkan mata, mencoba untuk lebih tenang. Lalu kusadari dinding tembok disampingku berbicara. Bahasa dinding. Tentu bukan bahasa verbal, yang kudengar hanya suara lirih jalanan seakan itu adalah bisikan ‘sang dinding’, bisa kudengar dengan seksama suara mobil, motor, klakson … yah, biarpun rumah ini tidak terlalu dekat dengan jalan raya, tapi aku masih bisa mendengar apa yang ada disana walau pelan sekali kudengar.
        Kucoba lebih menghayatinya. Ini menghibur, pikirku. Sekali lagi kupejamkan mata. Kuselami setiap butiran suara itu lebih dalam, suara jalanan. Lalu seiring detak jarum jam di kamar, suara itu terasa semakin kuat dan pikiran bawah sadarku mencoba untuk memvisualisasikannya. Jelas sekarang, kali ini aku melayang diantara bayang-bayang jalanan. Kulihat para sopir angkot, pengendara motor, petugas SPBU yang tengah melayani untuk pengisian bensin, para pengamen cilik yang masih ingusan menjajakan musik seadanya lalu ada juga para pedagang asongan dan para pengemis. Semua begitu hidup, begitu nyata, begitu tidak asing kurasakan. Lampu-lampu cantik warna-warni pengganti matahari yang menyala membuat suasana terasa begitu syahdu.
        Sementara aku masih melayang disini, jalan Supratman. Kuperhatikan pohon-pohon disana membentuk sebuah kubah kecil diantara gereja dan jalanan, seolah mencoba untuk mengurung cahaya dari lampu-lampu itu, indah sekali. Dan kudengar celoteh para pengamen tentang berapa hasil yang mereka dapat, beberapa ada yang bertengkar karena pembagian uang yang kurang pas dan beberapa ada yang melerai agar tidak terjadi perkelahian.
        Namun mendadak semua itu terhenti. Dan kurasakan jarum jam pun berhenti berbunyi, seiring dengan jalanan yang kini berubah sunyi. Seolah gambaran itu telah mati. Tak ada yang bergerak. Mobil dan motor yang tengah melintaspun seolah membeku, kulihat cahaya lampu belakang dan depannya memanjang berlawanan dengan arahnya berjalan, seperti ekor komet, namun membeku. Tak ada lagi gurauan pedagang asongan pada supir angkot. Yang kulihat tangannya masih menjulurkan sebuah rokok untuk sang sopir namun semua terdiam. Bahkan pengamen yang hendak berkelahi dan orang yang hendak melerainya pun membeku, wajah mereka membentuk mimik aneh yang alami seolah aku disini tengah memandangi sebuah potret. Entah pikiran bawah sadarku yang kesulitan membuatnya hidup kembali, tapi yang jelas aku memang sudah tidak lagi mendengar suara jalanan. Suara itu terhenti. Dan aku berhenti bernapas…
        HAAAA. Aku membelalakan mataku dan terbangun. Kurasakan sesak itu lagi. Aku terdiam dengan perasaan rawan… apa ini? Lalu kutengok dinding itu, masih sama, bahkan suara jalanan itu perlahan masih bisa kudengar, tapi aku sama sekali tidak tertarik untuk berkhayal sekali lagi. Kuambil handphone, kulihat setiap pesan yang masuk berharap bisa menemukan sesuatu yang menarik… yah tentu aku tidak bisa berharap bahwa dengan melihat pesan-pesan lama bisa menyingkirkan rasa sakit ini.
Kucoba untuk membaca beberapa pesan dari kawan lama. Teman sma, teman main dan masih banyak lagi. Setidaknya ini baru bisa dikatakan menghibur. Bagaimanapun juga yang dibutuhkan olehku saat ini mungkin hanya seporsi teman untuk mengobrol, tapi teman yang mana? Kuperhatikan semua pesan yang masuk berharap menemukan sosok yang tepat.

Makasih.sbnernya aq lbh bangga pnya
tmen kya kmu yang tdak prnah mnyrah
n slalu brusaha , smangat!!
Pengirim : Tisya Noviandinny
                      
13/09/2010
19;34;12



Wey bro, jadi moal yeuh? Pokona
dtungguan di itb npi jam 4 bwa gtar.

Pengirim : Si Garlio Teaaa

14/09/2010
15;35;17

                                              
   
Hri ni anda trgantung pda pkiran
Yg dtang saat ini,bsok dtentukn
Oleh kmana pkiran mmbwa anda
(kalimat bijak filsafat India kuno
            Quwwat al-tahakkum fi al dzat)

Pengirim : Adha Sondhaka Imoet
                                            
14/09/2010
17;23;21


Mlem. Maaf gnggu trus. Hihi
Lucu iia indi slama ni skitin
Kmu trus, tpi indi taa mw km
Jauh..maafin ya lukman,maaf

Pengirim : Bango Tongtong
                                                                                       
14/09/2010
23;16;12



Hey bray, keur btuh duit yeuh
Urg rek ngjual hp urg 300rb
Wani?

            Pengirim : Bams

15/09/2010
            10;08;23


        Ternyata benar saja, setelah kubaca semua sms lama tadi, aku menemukan sesuatu. Rasa sakit yang tadi sempat menyiksa perlahan terasa pulih, sekarang aku tahu rasa apa ini. Segera kuketik sebuah sms pada salah satu orang yang pernah kontak denganku melalui sms itu. Segera kuketik…


                                        Sial bgt. mlem ni aku kngen kw  ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar