Bab
2
Malam.
Kubaringkan tubuhku di ranjang sesaat setelah ibadah shalat
isya kudirikan, aku tidak begitu yakin seberapa khusyuknya. Pikiranku masih
melayang entah kemana. Ada suatu rasa yang menyesakan--------------sangat menyesakan,
dalam dadaku jantung ini berdetak sangat normal, tapi diluar itu semua, rasanya sakit sekali.
Aku sadar bukan sakit jantung yang kurasakan. Mungkin aku mengalami
sindrom mania depresi yang mana membuatku memandang semuanya secara
berlebihan. Apa yang kurasa saat ini adalah kekosongan yang sempurna, sepi, tak ada
kawan, tak ada tempatku berbagi. pacar? Hah... dulu memang ada
sosok yang spesial, tapi bukan pacarku. Suasana kamar yang beku menguatkan
kekosongan yang kurasakan.
Tak ada yang spesial di kamar ini; tiga buah gitar akustik,
televisi 14 inch dengan 1 dvd player diatasnya, satu unit komputer rakitan, satu lemari makan dan satu
lemari pakaian. Menghibur? Tidak juga, semuanya berdebu dan membisu. Sekilas
tampak seperti kamar kosan mahasiswa perantauan, kenyataannya
aku masih tinggal dengan orangtuaku. Aku tidak mau terlalu jauh dari mereka
saat ini, lebih tepatnya mungkin ini bukan saat yang tepat. Aku masih tampak
seperti parasit, meski selalu kucoba untuk memikirkan segala cara untuk
membuatku berarti di mata mereka. Mungkin nanti, saat kubereskan segala
tuntutan akademis di jenjang perkuliahan, atau bolehlah aku berharap bahwa aku
berhasil menjadi ‘seseorang’ sebelum akhirnya lulus sebagai sarjana... Begitu
indah------------mimpi itu.
Kupandangi dinding kamarku. Beberapa bagian dari catnya sudah
banyak yang terkelupas, entah kapan terakhir kali aku
mengecatnya. Ah sudahlah lebih baik kupejamkan mata dan mengulas balik apa saja
yang terjadi selama ini, berharap membuatku tahu penyebab dari rasa sakit ini.
Kuawali dari ingatanku saat berjalan kaki sepulang kuliah sore tadi, lalu
kupikir ah, mungkin aku masuk angin… tapi tidak. Tidak sesimpel itu. Aku tahu
rasa apa ini, orang bilang ini sakit hati. Tapi kenapa? Itu yang kuselidiki
sekarang.
Lambat laun masa lalu begitu jauh kuselami, aku menikmatinya.
Hingga kurasakan rasa sakit di dadaku ini justru semakin menyesakan, kupikir
mungkin sudah dekat, ingatan apa yang begitu membuatku seresah ini. Perlahan
sosok-sosok masa lalu bermunculan. Kupandangi dan kuingat masa-masa bersama
mereka. Senyuman, tawa, amarah, begitu dalam dan begitu indah, ingin
rasanya aku mematri dan menggenggam semua itu. Namun perlahan bayang itu
menghilang dan kusadari waktu telah lama berjalan dan wajah-wajah telah berubah
buram.
Langit-langit kamar menjadi satu-satunya arah yang
kupandangi. Kupejamkan mata, mencoba untuk lebih tenang. Lalu kusadari dinding
tembok disampingku berbicara. Bahasa dinding. Tentu bukan bahasa verbal, yang kudengar hanya suara lirih
jalanan seakan itu adalah bisikan ‘sang dinding’, bisa kudengar dengan seksama
suara mobil, motor, klakson … yah, biarpun rumah ini tidak terlalu dekat dengan
jalan raya, tapi aku masih bisa mendengar apa yang ada disana walau pelan
sekali kudengar.
Kucoba lebih menghayatinya. Ini menghibur, pikirku. Sekali
lagi kupejamkan mata. Kuselami setiap butiran suara itu lebih dalam, suara
jalanan. Lalu seiring detak jarum jam di kamar, suara itu
terasa semakin kuat dan pikiran bawah sadarku mencoba untuk
memvisualisasikannya. Jelas sekarang, kali ini aku melayang diantara bayang-bayang
jalanan. Kulihat para sopir angkot, pengendara motor, petugas SPBU yang
tengah melayani untuk pengisian bensin, para pengamen cilik yang masih ingusan
menjajakan musik seadanya lalu ada juga para pedagang asongan dan para pengemis.
Semua begitu hidup, begitu nyata, begitu tidak asing kurasakan. Lampu-lampu
cantik warna-warni pengganti matahari yang menyala membuat suasana terasa
begitu syahdu.
Sementara aku masih melayang disini, jalan Supratman.
Kuperhatikan pohon-pohon disana membentuk sebuah kubah kecil diantara gereja
dan jalanan, seolah mencoba untuk mengurung cahaya dari lampu-lampu itu, indah
sekali. Dan kudengar celoteh para pengamen tentang berapa hasil yang mereka
dapat, beberapa ada yang bertengkar karena pembagian uang yang kurang pas dan
beberapa ada yang melerai agar tidak terjadi perkelahian.
Namun mendadak semua itu terhenti. Dan kurasakan jarum jam pun
berhenti berbunyi, seiring dengan jalanan yang kini berubah sunyi. Seolah
gambaran itu telah mati. Tak ada yang bergerak. Mobil dan motor yang tengah
melintaspun seolah membeku, kulihat cahaya lampu belakang dan depannya
memanjang berlawanan dengan arahnya berjalan, seperti ekor komet, namun
membeku. Tak ada lagi gurauan pedagang asongan pada supir angkot. Yang kulihat
tangannya masih menjulurkan sebuah rokok untuk sang sopir namun semua
terdiam. Bahkan pengamen yang hendak berkelahi dan orang yang hendak melerainya pun
membeku, wajah mereka membentuk mimik aneh yang alami seolah aku disini tengah
memandangi sebuah potret. Entah pikiran bawah sadarku yang kesulitan membuatnya
hidup kembali, tapi yang jelas aku memang sudah tidak lagi mendengar suara
jalanan. Suara itu terhenti. Dan aku berhenti bernapas…
HAAAA. Aku membelalakan mataku dan terbangun. Kurasakan sesak
itu lagi. Aku terdiam dengan perasaan rawan… apa ini? Lalu
kutengok dinding itu, masih sama, bahkan suara jalanan itu perlahan masih bisa
kudengar, tapi aku sama sekali tidak tertarik untuk berkhayal sekali lagi.
Kuambil handphone, kulihat setiap pesan yang masuk berharap bisa menemukan
sesuatu yang menarik… yah tentu aku tidak bisa berharap bahwa dengan melihat
pesan-pesan lama bisa menyingkirkan rasa sakit ini.
Kucoba
untuk membaca
beberapa pesan dari kawan lama. Teman sma, teman main dan
masih banyak lagi.
Setidaknya
ini baru bisa dikatakan menghibur. Bagaimanapun juga yang dibutuhkan olehku
saat ini mungkin hanya seporsi teman untuk mengobrol, tapi teman yang mana?
Kuperhatikan semua pesan yang masuk berharap menemukan sosok yang
tepat.
Makasih.sbnernya aq lbh bangga pnya
tmen kya kmu yang tdak prnah mnyrah
n slalu brusaha , smangat!!
Pengirim : Tisya Noviandinny
13/09/2010
19;34;12
Wey bro, jadi
moal yeuh? Pokona
dtungguan
di itb npi jam 4 bwa gtar.
Pengirim
: Si Garlio Teaaa
14/09/2010
15;35;17
Hri ni
anda trgantung pda pkiran
Yg
dtang saat ini,bsok dtentukn
Oleh
kmana pkiran mmbwa anda
(kalimat
bijak filsafat India kuno
Quwwat
al-tahakkum fi al dzat)
Pengirim
: Adha Sondhaka Imoet
14/09/2010
17;23;21
Mlem.
Maaf gnggu trus. Hihi
Lucu
iia indi slama ni skitin
Kmu
trus, tpi indi taa mw km
Jauh..maafin
ya lukman,maaf
Pengirim
: Bango Tongtong
14/09/2010
23;16;12
Hey
bray, keur btuh duit yeuh
Urg
rek ngjual hp urg 300rb
Wani?
Pengirim : Bams
15/09/2010
10;08;23
Ternyata benar saja, setelah kubaca semua sms lama tadi, aku
menemukan sesuatu. Rasa sakit yang tadi sempat menyiksa perlahan terasa pulih,
sekarang aku tahu rasa apa ini. Segera kuketik sebuah sms pada salah satu orang
yang pernah kontak denganku melalui sms itu. Segera kuketik…
Sial bgt. mlem ni aku kngen kw ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar